Kamis, 26 Desember 2019

Agama dan Masyarakat

Agama Dan Masyarakat

Agama

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.]Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosia ]Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.






Pelembagaan Agama

Pengertian Lembaga Agama
Pengertian lembaga agama adalah lembaga mengatur kehidupan manusia. Hal ini sebagimana yang diungkapkan oleh para ahli, salah satunya tokoh sosiologi Emile Durkheim yang menyatakan bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral dan dilarang.
Definisi lembaga agama ini tentusaja mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral berdasarkan nilai-nilai bersama. Agama sebagai suatu kepercayaan memuat ajaran dan petunjuk agar penganutnya selamat di dunia dan pada kehidupan selanjutnya.
Agama juga merupakan seperangkat hukuman atau aturan tingkah laku yang selalu mengacu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Ciri-Ciri Lembaga Agama
Lembaga agama memiliki beberapa ciri sebagai berikut.
1. Merupakan sistem keyakinan.
2. Merupakan perwujudan sesuatu yang diyakini sebagai hal gaib.
3. Menjadi pendorong, penggerak, dan pengendali perilaku.
4. Mempersatukan umat.
5. Bertujuan memuliakan umatnya.
Peran dan Fungsi Lembaga Agama
Peran dan fungsi lembaga agama secara garis besarnya dibedakan menjadi dua, yaitu manifes (nyata) dan later (tersembunyi).
Fungsi Manifes Lembaga Agama
Adapun fungsi manifes lembaga agama sebagai berikut.
Edukatif
Lembaga agama mengajarkan dan membenikan pendidikan moral (berfungsi edukatif) bagi pemeluknya tentang hal-hal yang baik atau buruk sebagai pedoman tingkah laku pemeluknya. Ajaran agama memberikan penjelasan mengenai tindakan yang harus dilakukan dan dihindari oleh umat beragama.
Penyelamat
Melalui lembaga agama setiap masyarakat memiliki keyakinan akan terselamatkan kehidupannya baik di dunia maupun pada kehidupan selanjutnya. Setiap manusia tidak terhindar dan berbagai masalah dalam kehidupannya sehingga agama dapat menjadi penyelamat manusia.
Pengawas Sosial
Lembaga agama berperan Iangsung untuk mewujudkan keteraturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat melalui larangan-larangan yang ada dalam kitab suci setiap agama. Dalam kitab suci dan ajaran agama terdapat sanksi yang kelak akan diterima apabila masyarakat melanggarnya.
Persaudaraan
Lembaga agama mampu mempertemukan kelompok atau golongan manusia yang heterogen dalam hal kebudayaan, ras, dan suku bangsa ke dalam suatu keluarga besar lembaga agama. Keterikatan persaudaraan terjalin ketika masyarakat merasakan adanya solidaritas dan kesatuan yang kuat karena adanya satu kepercayaan agama tertentu.
Fungsi Laten Lembaga Agama
Fungsi laten lembaga agama adalah memunculkan sikap fanatisme. Anggapan bahwa agama tertentu lebih balk daripada agama lain dapat menimbulkan sikap fanatisme sehingga dapat mengganggu kerukunan dan ketenteraman hidup beragama.
Contoh Lembaga Agama
Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak agama, tentusaja menciptkaan berbagai lembaga agama. Salah satu contohnya lembaga agama di Indonesia adalah MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) yang mengakomodasi dan mengewasi setiap kegiatan agama, khususnya Agama Islam. Begitupula dengan agama lainnya, misalnya saja dalam Agama Kristen adalah Lembaga Agama PGI (Persekutuan Gereja-Gereje Indonesia), dan dalam Agama Katolik ada KWI yang artinya adalah Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Agama, Konflik & Masyarakat

Kehidupan sosial di lingkungan masyarakat akan terus terjadi demi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Akan ada banyak keuntungan yang dapat diraih dalam berinteraksi atau komunikasi terhadap sesama makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial akan bergantung dengan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Interaksi merupakan hubungan timbal balik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau bahkan kelompok dengan kelompok.
Kerja sama yang saling menguntungkan adalah tujuan dari setiap orang dalam membangun relasi. Tetapi dalam lika-liku kehidupan pasti akan timbul yang namanya sebuah masalah. Tergantung bagaimana sikap manusia dapat menyelesaikan masalah yang menghadang, bila dapat diselesaikan dengan baik maka masalah itupun akan dianggap selesai. Sebaliknya, jika tidak dapat diselesaikan maka akan terjadi konflik yang berkepanjangan dan sulit untuk diselesaikan. Konflik biasanya terjadi karena individu atau kelompok memiliki tujuan berbeda dengan pihak lain. Inilah sisi negatif atau resiko yang dapat ditimbulkan dari sebuah interaksi sosial masyarakat.
Konflik merupakan masalah yang cukup kompleks saat ini, terutama di Indonesia. Dikarenakan keberagaman suku, ras, dan agama yang ada. Perbedaan karakter dan kepentingan setiap kelompok yang tidak dapat berjalan beriringan satu sama lain menjadi salah satu faktor munculnya konflik. Walaupun konflik sering muncul, dimata dunia warga negara Indonesia tetap dapat berjalan beriringan atau damai dan demokratis.
Hal ini karenanya adanya sikap toleransi dan norma-norma yang berlaku di masyarakat sejak zaman nenek moyang. Isu SARA merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia. Agama sendiri juga sebagai salah satu norma yang berjalan di masyarakat. Di Indonesia setidaknya ada 5 agama yang dianut masyarakat, yaitu islam, keristen, katolik, budha, hindu, danh kong hu chu. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas lebih lanjut tentang konflik agama yang terjadi di masyarakat.
Ralf Dahrendrof  salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam teori konflik, pemikirannya mulai dan sangat dipengaruhi oleh fungsionalisme struktural. Dia mencatat bahwa bagi sang fungsionalis, sistem sosial dipengaruhi oleh kerja sama sukarela atau konsensus umum atau keduanya. Akan tetapi, bagi teoretisi konflik (atau paksaan), masyarakat dipersatukan oleh pembatasan yang dipaksakan. Dengan demikian, beberapa posisi di masyrakat merupakan kekuasaan dan otoritas yang didelegasikan kepada orang lain. Fakta kehidupan sosial tersebut membawa Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa distribusi otoritas yang diferensial selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik sosial sistematik (Ritzer, 2012:451).
Terjadinya pengelompokan atau pelapisan sosial yang terbentuk dimasyarakat, salah satunya kelompok agama. Dari agama yang memiliki Tuhan, kitab, kepercayaan, dan cara beribadah yang berbeda. Bahkan pada kelompok agama masih terbagi kedalam kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi. Contoh islam ada aliran Nahdatul Ulama', Muhammadiyah, LDII, Ahmadiyah, Wahabi, dan masih banyak lagi. Hanya karena berbeda madzhab saja konflik masih sering terjadi antar aliran tersebut padahal masih dalam satu naungan, yaitu agama islam. Apalagi perbedaan agama yang mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang berbeda pasti lebih sering terjadi pertentangan atau yang lebih dikenal dengan isu sara. Sistem pelapisan sosial di masyarakat dibentuk oleh manusia sebagai makhluk sosial dengan pengaruh kebudayaan yang berlaku dan akibat adanya keterpaksaan.
Penguasa juga berpengaruh penting sehingga terjadinya konflik, kebijakan yang dilakukan adil atau tidak bagi warganya. Meski terkadang penguasa sudah bersikap adil masih ada sebagian kelompok masyarakat yang merasa kebijakan tersebut tidak adil. Padahal penguasa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sudah memberikan kebijakan sesuai porsi dan kebutuhan yang dimiliki. Sifat dasar alamiah manusia memiliki nafsu yang sulit untuk di puaskan atau merasa terpuaskan. Tidak menutup kemungkinan konflik terjadi akibat dari penguasa itu, yang menjadi faktor yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam dunia politik hal ini sangat sulit untuk dihindari jika tidak dibekali dengan ajaran agama yang mendalam. Penguasa yang melakukan KKN biasanya tidak akan bertahan lama kekuasaannya.
Pada dasarnya, apabila merujuk pada al-Qur'an, banyak indikasi yang menjelaskan adanya faktor konflik yang ada di masyarakat. Secara tegas al-Qur'an menyebutkan bahwa faktor faktor konflik itu sesungguhnya berawal dari manusia. Misalnya dalam surat yusuf ayat 5, sebagai berikut:

5.  Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia" (Kahmad, 2002:148).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ada sesuatu didalam diri manusia yang selalu berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan norma agama. Atau secara lebih tegas disebutkan bahwa kerusakan bisa berbentuk kerusuhan, demonstrasi, dan lain-lain diakibatkan tangan manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab konflik agama adalah penganutnya bukan agamanya, untuk mengidentifikasikan timbulnya konflik. Penganut agama tentu manusia, dan manusia adalah bagian dari masyarakat. Maka masyarakat akan menjadi lahan konflik dalam tataran kehidupan sosial. Anggapan bahwa dirinya paling berkuasa dan kaum mayoritas yang menguasai kaum minoritas, ini juga berlaku dalam bidang agama baik antar agama ataupun antar aliran.
Dibawah ini unsur-unsur yang mempertajam konflik, sebagai berikut:
Konflik ideologis yang mendasar karena rasa tidak senang terhadap nilai-nilai kelompok lain.
Sistem stratifikasi sosial yang berubah dan mobilitas satatus yang cederung untuk memaksakan adanya kontak diantara individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak terpisah.
Perjuangan mencapai kekuasaan politik yang semakin tajam untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial yang cenderung mencapur-aduk perbedaan-perbedaan agama dengan kepentingan politik.
Kebutuhan mencari kambing hitam untuk memusatkan ketegangan akibat perubahan sosial yang begitu cepat (Robertson, 1995:214).
Menurut Heiler, orang yang mengakui kesatuan agama, harus memegangnya dengan serius dengan toleransi dalam kata-kata dan perbuatan. Disini Heiler melihat betapa dekatnya agama-agama itu satu sama lainya, dengan membandingkan strukturnya, keyakinan, dan amalan-amalanya, dia dibawa pada suatu yang melampaui semua namun tetap imanen dalam hati manusia. Lebih lanjut dikatakan, cara penyelesaian koinflik antar agama yaitu dengan melakukan dialog bersama agama lain, diperlukan adanya sikap paling terbuka, saling menghormati dan kesediaan untuk mendengarkan yang lain. Sikap-sikap ini diperlukan untuk mencari titik temu antara berbagai agama, karena masing-masing agama mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks (Tharaba, 2016:85).
Kesimpulan
Dahrendorf dalam tesis sentralnya mengatakan bahwa distribusi otoritas yang diferensial selalu menjadi faktor penentu konflik-konflik sosial sistematik. Terjadinya pengelompokan atau pelapisan sosial yang terbentuk dimasyarakat, salah satunya kelompok agama yang menimbulkan konflik. Penguasa juga berpengaruh penting sehingga terjadinya konflik, kebijakan yang dilakukan adil atau tidak bagi warganya. Penyebab konflik agama adalah penganutnya bukan agamanya, untuk mengidentifikasikan timbulnya konflik. Banyak unsur yang mempertajam adanya konflik. Cara penyelesaian koinflik antar agama yaitu dengan melakukan dialog bersama agama lain, diperlukan adanya sikap paling terbuka, saling menghormati dan kesediaan untuk mendengarkan yang lain.


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
           http://dosensosiologi.com/pengertian-lembaga-agama-ciri-fungsi-dan-contoh-lengkap/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perangkat Lunak Analisis Web

  TUGAS MAKALAH PERANGKAT LUNAK ANALISIS WEB     DISUSUN OLEH Nama                                          : Muhamad Ridwan ...